Sedekah Pak Satpam (bag.1)

15 12 2008

Ini ada kisah ringan, diceritakan oleh Ust Yusuf Mansur tentang seorang Security POM Bensin. Baca kisah ini serasa denger sendiri ust Yusuf Mansyur lagi bicara di depan kita..

Semoga bermanfaat

***********************************
Satu hari saya jalan melintas di satu daerah.. Tetidur di dalam mobil. Saat terbangun, ada tanda pom bensin sebentar lagi. Saya pesen ke supir saya:

“Nanti di depan ke kiri ya”.
“Masih banyak, Pak Ustadz”.

Saya paham. Supir saya mengira saya pengen beli bensin. Padahal bukan. Saya pengen pipis.

Begitu berhenti dan keluar dari mobil, ada seorang sekuriti.

“PakUstadz!” .

Dari jauh ia melambai dan mendekati saya. Saya menghentikan langkah. Menunggu beliau.

“Pak Ustadz, alhamdulillah nih bisa ketemu Pak Ustadz. Biasanya kan hanya melihat di TV saja…”.

Saya senyum aja. Ga ke-geeran, insya Allah, he he he.

“Saya ke toilet dulu ya”.

“Nanti saya pengen ngobrol boleh Ustadz?”

“Saya buru-buru loh. Tentang apaan sih?”

“Saya bosen jadi satpam Pak Ustadz”.

Sejurus kemudian saya sadar, ini Allah pasti yang “berhentiin” saya. Lagi enak-enak tidur di perjalanan, saya terbangun pengen pipis. Eh nemu pom bensin. Akhirnya ketemu sekuriti ini. Berarti barangkali saya kudu bicara dengan dia. Sekuriti ini barangkali “target operasi” dakwah hari ini. Bukan jadwal setelah ini. Begitu pikir saya.

Saya katakan pada sekuriti yang mulia ini, “Ok, ntar habis dari toilet ya”.

**********

“Jadi, pegimana? Bosen jadi satpam? Emangnya ga gajian?”, tanya saya membuka percakapan.

Saya mencari warung kopi, untuk bicara-bicara dengan beliau ini. Alhamdulillah ini pom bensin bagus banget. Ada minimart nya yang dilengkapi fasilitas ngopi-ngopi ringan.

“Gaji mah ada Ustadz. Tapi masa gini-gini aja?”

“Gini-gini aja itu, kalo ibadahnya gitu-gitu aja, ya emang udah begitu. Distel kayak apa juga, agak susah buat ngerubahnya” .

“Wah, ustadz langsung nembak aja nih”.

Saya meminta maaf kepada sekuriti ini umpama ada perkataan saya yang salah. Tapi umumnya begitu lah manusia. Rizki mah mau banyak, tapi sama Allah ga mau mendekat. Rizki mah mau nambah, tapi ibadah dari dulu ya begitu-begitu saja.

“Udah shalat ashar?”

“Barusan Pak Ustadz. Soalnya kita kan tugas. Tugas juga kan ibadah, iya ga? Ya saya pikir sama saja”.

“Oh, jadi ga apa-apa telat ya? Karena situ pikir kerja situ adalah juga ibadah?”

Sekuriti itu senyum aja. Disebut jujur mengatakan itu, bisa ya bisa tidak. Artinya, sekuriti itu bisa benar-benar menganggap kerjaannya ibadah, tapi bisa juga ga. Cuma sebatas omongan doang. Lagian, kalo nganggap kerjaan-kerjaan kita ibadah, apa yang kita lakukan di dunia ini juga ibadah, kalau kita niatkan sebagai ibadah.

Tapi, itu ada syaratnya. Apa syaratnya? Yakni kalau ibadah wajibnya, tetap nomor satu. Kalau ibadah wajibnya nomor tujuh belas, ya disebut bohong tuh kerjaan adalah ibadah. Misalnya, kita niatkan usaha kita sebagai ibadah, boleh ga? Bagus malah. Bukan hanya boleh. Tapi kemudian kita menerima tamu sementara Allah datang. Artinya kita menerima tamu pas waktu shalat datang, dan kemudian kita abaikan shalat, kita abaikan Allah, maka yang demikian masihkah pantas disebut usaha kita adalah ibadah? Apalagi kalau kemudian hasil kerjaan dan hasil usaha, buat Allah nya lebih sedikit ketimbang buat kebutuhan-kebutuhan kita. Kayaknya perlu dipikirin lagi tuh sebutan-sebutan ibadah.

“Disebut barusan itu maksudnya jam setengah limaan ya? Saya kan baru jam 5 nih masuk ke pom bensin ini”

“Ya, kurang lebih dah”.

Saya mengingat diri saya dulu yang dikoreksi oleh seorang faqih, seorang ‘alim, bahwa shalat itu kudu tepat waktu. Di awal waktu. Tiada disebut perhatian sama Yang Memberi Rizki bila shalatnya tidak tepat waktu. Aqimish shalaata lidzikrii, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Lalu, kita bersantai-santai dalam mendirikan shalat. Entar-entaran. Itu kan jadi sama saja dengan mengentar-entarkan mengingat Allah. Maka saya ingatkan sekuriti yang entahlah saya merasa he is the man yang Allah sedang berkenan mengubahnya dengan mempertemukan dia dengan saya.

“Gini ya Kang. Kalo situ shalatnya jam setengah lima , untuk mengejar ketertinggalan dunia saja, jauh tuh. Butuh perjalanan satu setengah jam andai ashar ini kayak sekarang, jam tiga kurang dikit. Bila dalam sehari semalam kita shalat telat terus, dan kemudian dikalikan sejak akil baligh, sejak diwajibkan shalat, kita telat terus, maka berapa jarak ketertinggalan kita tuh? 5x satu setengah jam, lalu dikali sekian hari dalam sebulan, dan sekian bulan dalam setahun, dan dikali lagi sekian tahun kita telat.

Itu baru telat saja, belum kalo ketinggalan atau kelupaan, atau yang lebih bahayanya lagi kalau bener-benar lewat tuh shalat? Wuah, makin jauh saja mestinya kita dari senang”.

Saudara-saudaraku Peserta KuliahOnline, percakapan ini kurang lebih begitu. Mudah-mudahan sekuriti ini paham apa yang saya omongin. Dari raut mukanya, nampaknya ia paham. Mudah-mudahan demikian juga saudara-saudara ya? He he he. Belagu ya saya? Masa omongan cetek begini kudu nanya paham apa engga sama lawan bicara? Saya katakan pada dia. Jika dia alumni SMU, yang selama ini telat shalatnya, maka kawan-kawan selitingnya mah udah di mana, dia masih seperti diam di tempat. Bila seseorang membuka usaha, lalu ada lagi yang buka usaha, sementara yang satu usahanya maju, dan yang lainnya sempit usahanya, bisa jadi sebab ibadah yang satu itu bagus sedang yang lain tidak.

Dan saya mengingatkan kepada peserta KuliahOnline untuk tidak menggunakan mata telanjang untuk mengukur kenapa si Fulan tidak shalat, dan cenderung jahat lalu hidupnya seperti penuh berkah? Sedang si Fulan yang satu yang rajin shalat dan banyak kebaikannya, lalu hidupnya susah. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanya an seperti ini cukup kompleks. Tapi bisa diurai satu persatu dengan bahasa-bahasa kita, bahasa-bahasa kehidupan yang cair dan dekat dengan fakta. Insya Allah ada waktunya pembahasan yang demikian.

Kembali kepada si sekuriti, saya tanya,

“Terus, mau berubah?”

“Mau Pak Ustadz. Ngapain juga coba saya kejar Pak Ustadz nih, kalo ga serius?”

“Ya udah, deketin Allah dah. Ngebut ke Allah nya”.

“Ngebut gimana?”

“Satu, benahin shalatnya. Jangan setengah lima -an lagi shalat asharnya. Pantangan telat. Buru tuh rizki dengan kita yang datang menjemput Allah. Jangan sampe keduluan Allah”.

Si sekuriti mengaku mengerti, bahwa maksudnya, sebelum azan udah standby di atas sajadah. Kita ini pengen rizkinya Allah, tapi ga kenal sama Yang Bagi-bagiin rizki. Contohnya ya pekerja-pekerja di tanah air ini.. Kan aneh. Dia pada kerja supaya dapat gaji. Dan gaji itu rizki. Tapi giliran Allah memanggil, sedang Allah lah Tuhan yang sejatinya menjadikan seseorang bekerja, malah kelakuannya seperti ga menghargai Allah. Nemuin klien, rapih, wangi, dan persiapannya masya Allah. Eh, giliran ketemu Allah, amit-amit pakaiannya, ga ada persiapan, dan tidak segan-segan menunjukkan wajah dan fisik lelahnya. Ini namanya ga kenal sama Allah.

“Yang kedua,” saya teruskan. “Yang kedua, keluarin sedekahnya”.

Saya inget betul. Sekuriti itu tertawa.

“Pak Ustadz, pegimana mau sedekah, hari gini aja nih, udah pada habis belanjaan. Hutang di warung juga terpaksa dibuka lagi. Alias udah mulai ngambil dulu bayar belakangan”.

“Ah, ente nya aja kali yang kebanyakan beban. Emang gajinya berapa?”

“Satu koma tujuh, Pak ustadz”.

“Wuah, itu mah gede banget. Maaf ya, untuk ukuran sekuriti, yang orang sering sebut orang kecil, itu udah gede”.

“Yah, pan kudu bayar motor, bayar kontrakan, bayar susu anak, bayar ini bayar itu. Emang ga cukup Pak ustadz”.

“Itu kerja bisa gede, emang udah lama kerjanya?”

“Kerjanya sih udah tujuh taon. Tapi gede gaji bukan karena udah lama kerjanya. Saya ini kerjanya pagi siang sore malem, ustadz”.

“Koq bisa?”

“Ya, sebab saya tinggal di mess. Jadi dihitung sama bos pegimana gitu sampe ketemu angka 1,7jt”.

“Terus, kenapa masih kurang?”

“Ya itu, sebab saya punya tanggungan banyak”.

“Secara dunianya, lepas aja itu tanggungan. Kayak motor. Ngapain juga ente kredit motor? Kan ga perlu?”

“Pengen kayak orang-orang Pak Ustadz”.

“Ya susah kalo begitu mah. Pengen kayak orang-orang, motornya. Bukan ilmu dan ibadahnya. Bukan cara dan kebaikannya. Repot”.

Sekuriti ini nyengir. Emang ini motor kalo dilepas, dia punya 900 ribu. Rupanya angsuran motornya itu 900 ribu. Ga jelas tuh darimana dia nutupin kebutuhan dia yang lain. Kontrakan saja sudah 450 ribu sama air dan listrik. Kalo ngelihat keuangan model begini, ya nombok dah jadinya.

“Ya udah, udah keterlanjuran ya? Ok. Shalatnya gimana? Mau diubah?”

“Mau Ustadz. Saya benahin dah”.

“Bareng sama istri ya. Ajak dia. Jangan sendirian. Ibarat sendal, lakukan berdua. Makin cakep kalo anak-anak juga dikerahin.. Ikutan
semuanya ngebenahin shalat”.

“Siap ustadz”.

“Tapi sedekahnya tetap kudu loh”.

“Yah Ustadz. Kan saya udah bilang, ga ada”.

“Sedekahin aja motornya. Kalo engga apa keq”.

“Jangan Ustadz. Saya sayang-sayang ini motor. Susah lagi belinya. Tabungan juga ga ada. Emas juga ga punya”.

Sekuriti ini berpikir, saya kehabisan akal untuk nembak dia. Tapi saya akan cari terus. Sebab tanggung. Kalo dia hanya betulin shalatnya saja, tapi sedekahnya tetap ga keluar, lama keajaiban itu akan muncul. Setidaknya menurut ilmu yang saya dapat. Kecuali Allah berkehendak lain. Ya lain soal itu mah. Sebentar kemudian saya bilang sama ini sekuriti,

“Kang, kalo saya tunjukin bahwa situ bisa sedekah, yang besar lagi sedekahnya, situ mau percaya?”.

Si sekuriti mengangguk.

“Ok, kalo sudah saya tunjukkan, mau ngejalanin?”

Sekuriti ini ngangguk lagi.

“Selama saya bisa, saya akan jalanin,” katanya, manteb.

“Gajian bulan depan masih ada ga?”

“Masih. Kan belum bisa diambil?”

“Bisa. Dicoba dulu”.

“Entar bulan depan saya hidup pegimana?”

“Yakin ga sama Allah?”

“Yakin”.

“Ya kalo yakin, titik. Jangan koma. Jangan pake kalau”.

Sekuriti ini saya bimbing untuk kasbon. Untuk sedekah. Sedapetnya. Tapi usahakan semua. Supaya bisa signifikan besaran sedekahnya. Sehingga perubahannya berasa. Dia janji akan ngebenahin mati-matian shalatnya. Termasuk dia akan polin shalat taubatnya, shalat hajatnya, shalat dhuha dan tahajjudnya. Dia juga janji akan rajinin di waktu senggang untuk baca al Qur’an. Perasaan udah lama banget dia emang ga lari kepada Allah. Shalat Jum’at aja nunggu komat, sebab dia sekuriti. Wah, susah dah. Dan itu dia aminin. Itulah barangkali yang sudah membuat Allah mengunci mati dirinya hanya menjadi sekuriti sekian tahun, padahal dia Sarjana Akuntansi!

Ya, rupanya dia ini Sarjana Akuntansi. Pantesan juga dia ga betah dengan posisinya sebagai sekuriti. Ga kena di hati. Ga sesuai sama rencana. Tapi ya begitu dah hidup.. Apa boleh buta, eh, apa boleh buat. Yang penting kerja dan ada gajinya. Bagi saya sendiri, ga mengapa punya banyak keinginan. Asal keinginan itu keinginan yang diperbolehkan, masih dalam batas-batas wajar. Dan ga apa-apa juga memimpikan sesuatu yang belom kesampaian sama kita. Asal apa? Asal kita barengin dengan peningkatan ibadah kita. Kayak sekarang ini, biarin aja harga barang pada naik. Ga usah kuatir. Ancem aja diri, agar mau menambah ibadah-ibadahnya. Jangan malah berleha-leha. Akhirnya hidup kemakan dengan tingginya harga.. Ga kebagian.

*******

Sekuriti ini kemudian maju ke atasannya, mau kasbon. Ketika ditanya buat apa? Dia nyengir ga jawab. Tapi ketika ditanya berapa? Dia jawab, Pol. Satu koma tujuh. Semuanya.

“Mana bisa?” kata komandannya.

“Ya Pak, saya kan ga pernah kasbon. Ga pernah berani. Baru ini saya berani”.

Komandannya terus mengejar, buat apa? Akhirnya mau ga mau sekuriti ini jawab dengan menceritakan pertemuannya dengan saya.

Singkat cerita, sekuriti ini direkomendasikan untuk ketemu langsung sama ownernya ini pom bensin.. Katanya, kalau pake jalur formal, dapet kasbonan 30% aja belum tentu lolos cepet. Alhamdulillah, bos besarnya menyetujui. Sebab komandannya ini ikutan merayu,

“Buat sedekah katanya Pak”, begitu kata komandannya.

Subhaanallaah, satu pom bensin itu menyaksikan perubahan ini. Sebab cerita si sekuriti ini sama komandannya, yang merupakan kisah
pertemuannya dengan saya, menjadi kisah yang dinanti the end story nya. Termasuk dinanti oleh bos nya.

“Kita coba lihat, berubah ga tuh si sekuriti nasibnya”, begitulah pemikiran kawan-kawannya yang tahu bahwa si sekuriti ini ingin berubah bersama Allah melalui jalan shalat dan sedekah.





Sedekah Pak Satpam (bag.2)

15 12 2008

Hari demi hari, sekuriti ini dilihat sama kawan-kawannya rajin betul shalatnya. Tepat waktu terus. Dan lumayan istiqamah ibadah-ibadah sunnahnya. Bos nya yang mengetahui hal ini, senang. Sebab tempat kerjanya jadi barokah dengan adanya orang yang mendadak jadi saleh begini. Apalagi kenyataannya si sekuriti ga mengurangi kedisiplinan kerjaannya.. Malah tambah cerah muka nya.

Sekuriti ini mengaku dia cerah, sebab dia menunggu janjinya Allah. Dan dia tahu janji Allah pastilah datang. Begitu katanya, menantang ledekan kawan-kawannya yang pada mau ikutan rajin shalat dan sedekah, asal dengan catatan dia berhasil dulu.

Saya ketawa mendengar dan menuliskan kembali kisah ini. Bukan apa-apa, saya demen ama yang begini. Sebab insya Allah, pasti Allah tidak akan tinggal diam. Dan barangkali akan betul-betul mempercepat perubahan nasib si sekuriti. Supaya benar-benar menjadi tambahan uswatun hasanah bagi yang belum punya iman. Dan saya pun tersenyum dengan keadaan ini, sebab Allah pasti tidak akan mempermalukannya juga, sebagaimana Allah tidak akan mempermalukan si sekuriti.

Suatu hari bos nya pernah berkata,

“Kita lihatin nih dia. Kalo dia ga kasbon saja, berarti dia berhasil. Tapi kalo dia kasbon, maka kelihatannya dia gagal. Sebab buat apa sedekah 1 bulan gaji di depan yang diambil di muka, kalau kemudian kas bon. Percuma”.

Tapi Subhaanallah, sampe akhir bulan berikutnya, si sekuriti ini ga kasbon.

Berhasil kah?

Tunggu dulu. Kawan-kawannya ini ga melihat motor besarnya lagi. Jadi, tidak kasbonnya dia ini, sebab kata mereka barangkali aman sebab jual motor. Bukan dari keajaiban mendekati Allah.

Saatnya ngumpul dengan si bos, ditanyalah si sekuriti ini sesuatu urusan yang sesungguhnya adalah rahasia dirinya.

“Bener nih, ga kasbon? Udah akhir bulan loh. Yang lain bakalan gajian. Sedang situ kan udah diambil bulan kemaren”.

Sekuriti ini bilang tadinya sih dia udah siap-siap emang mau kasbon kalo ampe pertengahan bulan ini ga ada tanda-tanda. Tapi kemudian cerita si sekuriti ini benar-benar bikin bengong orang pada.

Sebab apa? Sebab kata si sekuriti, pasca dia benahin shalatnya, dan dia sedekah besar yang belum pernah dia lakukan seumur hidupnya, yakni hidupnya di bulan depan yang dia pertaruhkan, terjadi keajaiban. Di kampung, ada transaksi tanah, yang melibatkan dirinya. Padahal dirinya ga terlibat secara fisik. Sekedar memediasi saja lewat sms ke pembeli dan penjual. Katanya, dari transaksi ini, Allah persis mengganti 10x lipat. Bahkan lebih. Dia sedekah 1,7jt gajinya. Tapi Allah mengaruniainya komisi penjualan tanah di kampungnya sebesar 17,5jt. Dan itu terjadi begitu cepat. Sampe-sampe bulan kemaren juga belum selesai. Masih tanggalan bulan kemaren, belum berganti bulan.

Kata si sekuriti, sadar kekuatannya ampe kayak gitu, akhirnya dia malu sama Allah. Motornya yang selama ini dia sayang-sayang, dia jual! Uangnya melek-melek buat sedekah. Tuh motor dia pake buat ngeberangkatin satu-satunya ibunya yang masih hidup. Subhaanallaah kan ? Itu jual motor, kurang. Sebab itu motor dijual cepat harganya ga nyampe 13 juta. Tapi dia tambahin 12 juta dari 17jt uang cash yang dia punya. Sehingga ibunya punya 25 juta. Tambahannya dari simpenan ibunya sendiri.

Si sekuriti masih bercerita, bahwa dia merasa aman dengan uang 5 juta lebihan transaksi. Dan dia merasa ga perlu lagi motor. Dengan uang ini, ia aman. Ga perlu kasbon.

Mendadak si bos itu yang kagum. Dia lalu kumpulin semua karyawannya, dan menyuruh si sekuriti ini bercerita tentang keberkahan yang dilaluinya selama 1 bulan setengah ini.

Apakah cukup sampe di situ perubahan yang terjadi pada diri si sekuriti?

Engga. Si sekuriti ini kemudian diketahui oleh owner pom bensin tersebut sebagai sarjana S1 Akuntansi. Lalu dia dimutasi di perusahaan si owner yang lain, dan dijadikan staff keuangan di sana . Masya Allah, masya Allah, masya Allah. Berubah, berubah, berubah.

Saudara-saudaraku sekalian.. Cerita ini bukan sekedar cerita tentang Keajaiban Sedekah dan Shalat saja. Tapi soal tauhid. soal keyakinan dan iman seseorang kepada Allah, Tuhannya. Tauhid, keyakinan, dan imannya ini bekerja menggerakkan dia hingga mampu berbuat sesuatu. Tauhid yang menggerakkan! Begitu saya mengistilahkan. Sekuriti ini mengenal Allah. Dan dia baru sedikit mengenal Allah. Tapi lihatlah, ilmu yang sedikit ini dipake sama dia, dan diyakini. Akhirnya? Jadi! Bekerja penuh buat perubahan dirinya, buat perubahan hidupnya.

*Dari Budi –dengan perubahan-perubahan kecil seperlunya–, di sebuah milis





TUHAN 9 CENTIMETER

15 12 2008

Indonesia adalah surga yang luar biasa ramah bagi para perokok..
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok..

Di sawah petani merokok..
di pabrik pekerja merokok..
di kantor pegawai merokok..
di kabinet menteri merokok..
di parlemen anggota DPR merokok..
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok..
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok..
di perkebunan pemetik buah kopi merokok..
di perahu, nelayan penjaring ikan merokok..
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok..
di pekuburan sebelum masuk kubur merokok..

Indonesia adalah semacam sorga sangat ramah bagi perokok..
Tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok……..

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok..
di ruang kepala sekolah ada guru merokok..
di kampus mahasiswa merokok..
di ruang kuliah dosen merokok..
di rapat POMG orang tua murid merokok..
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok..??
Di angkot Kijang penumpang merokok..
di bis kota sumpek yang berdiri-yang duduk orang bertanding merokok..
di loket penjualan karcis orang merokok..
di kereta api penuh sesak orang festival merokok..
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok..
di andong Yogya kusirnya merokok..
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok..

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok..
Tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok..
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita..

Di pasar orang merokok..
di warung Tegal pengunjung merokok..
di restoran di toko buku orang merokok..
di kafe di diskotik para pengunjung merokok..

berbicara kita jarak setengah meter tak tertahankan asab rokok..
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok..

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya.

Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di halte bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV- AIDS..

Indonesia adalah surga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia..
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa secara pasifpun kena

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok..
di apotik yang antri obat merokok..
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok..
di ruang tunggu dokter pasien merokok.. dan ada juga dokter-dokter merokok..
Istirahat main tenis orang merokok..
di pinggir lapangan voli orang merokok..
menyandang raket badminton orang merokok..
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok..
panitia pertandingan balap mobil..
pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki
sponsor perusahaan rokok..

Di kamar kecil atau toilet orang goblok merokok..
di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok..
di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok..

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.

Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya..

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.

Pada saat sudah beberapa orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba..

berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya..

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini..

rokok memang telah menjadi tuhan bagi sebagian orang…

 

* Sebuah puisi karya seorang begawan puisi Taufik Ismail





Kematian Hati

12 12 2008

Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi.

Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.

Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.

Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

Asshiddiq Abu Bakar Ra. selalu gemetar saat dipuji orang. “Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka”, ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata.
Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut.

Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma’siat menggodamu dan engkau meni’matinya?

Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia ?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan. Mungkin engkau mulai berfikir “Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh” Betapa jamaknya ‘dosa kecil’ itu dalam hatimu.

Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat “TV Thaghut” menyiarkan segala “kesombongan jahiliyah dan maksiat”?

Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan ” Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?”

mati

Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling lantang “Ini tidak islami” berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat.
Tidak lagi malu-malu tampil.

Justeru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa.

Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu.

Siapa yang mau menghormati ummat yang “kiayi”nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan “Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku” dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?

Siapa yang akan memandang ummat yang da’inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan “Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua” Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai ‘alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?

Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da’wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.

Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa “westernnya” . Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan “lihatlah, betapa Amerikanya aku”.
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.

Mahatma Ghandi memimpin perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.

Kini datang “pemimpin” ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil, rumah mewah, “toko emas berjalan” dan segudang asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana. “Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku”

(Taujih dari Alm. KH. Ust. Rahmat Abdullah (2) )





Orientasi Ilmu Kita (Taujih Untuk Para Pencari Ilmu bag.2)

9 12 2008

Ada sebuah pertanyaan besar yang mengganjal di kepala banyak orang sekarang ini, mengapa dahulu umat Muslim bisa begitu maju dan jauh mengungguli bangsa lain dalam hal ilmu pengetahuan? Mengapa sekarang keadaannya menjadi terbalik? Adakah sesuatu yang salah? Apakah Islam harus disesuaikan dengan perkembangan zaman agar bisa kembali kepada kejayaannya? Atau justru orang-orang Islamnya sendiri yang semakin menjauh dari Islam yang sebenarnya yang juga membuat mereka semakin menjauh dari sejarah kejayaan mereka?

Banyak kalangan yang beranggapan bahwa kemajuan Barat dalam dunia sains saat ini adalah berkat menyebarnya paham sekulerisasi dan pemberontakan mereka terhadap dogma-dogma yang diajarkan oleh agama mereka. Anggapan ini ada benarnya juga, mengingat banyaknya kalangan-kalangan ilmuwan mereka di masa lalu yang memegang erat kebenaran atas sebuah fenomena alam, kemudian harus dijatuhi hukuman hanya karena kebenaran yang mereka kemukakan tidak sesuai dengan doktrin agama yang mereka anut. Sebagai contoh, sebut saja Galileo Galilei.

Bahayanya, tidak sedikit juga kalangan yang berasumsi bahwa ketertinggalan ummat Islam di dunia sains saat ini harus juga diatasi dengan cara mengikuti paham sekuler sepertihalnya penganut agama-agama lain. Karenanya, timbullah gerakan-gerakan Islam berhaluan sekuler, pluralis, liberalis dan lain sejenisnya. Mereka mengira dengan begitu mereka dapat menyaingi kaum Barat. Namun, mereka tidak menyadari bahwa kegemilangan ummat Islam masa lalu di dalam dunia sains telah terjadi selama berabad-abad dengan tanpa menganut paham-paham tersebut. Justru sekarang ini dimana paham sekuler tengah banyak menjangkiti pemikiran ummat Muslim, ummat Muslim malah berada di posisi terendah dalam dunia sains.

Jika diteliti, terdapat beberapa faktor yang telah memungkinkan dan mendorong kemajuan ummat Islam dalam sains pada masa itu. Salah satu yang terpenting adalah motivasi agama. Dalam Al-Quran terdapat banyak sekali anjuran untuk menuntut ilmu, perintah agar kita membaca (‘iqra), berobservasi (a falaa yarauna), explorasi (a falaa yanzhuruuna), dan ekspedisi (siiruu fil ardhi). Sangat banyak pula ayat-ayat Al-Quran yang menyatakan keutamaan orang yang berilmu, contoh yang paling terkenal adalah QS. Al Mujaadilah 11:

…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Begitu gencarnya ayat-ayat tentang orang berilmu didengungkan, sehingga belajar dan mencari ilmu pengetahuan diyakini sebagai kewajiban bagi setiap individu Muslim, dengan implikasi berdosalah mereka yang tidak melakukannya. Menuntut ilmu menjadi sebuah ibadah fardhu ‘ain bagi seorang Muslim. Ia mendorong terciptanya masyarakat sains yang merupakan pondasi dari lahirnya peradaban Islam.

Perlu ditegaskan lagi, dalam hal ini taklif yang diberikan kepada seorang Muslim terhadap ilmu tidak berorientasi hanya pada materi, tapi berorientasi untuk kehidupan saat ini dan untuk kehidupan setelahnya. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi saat ini dimana dunia Barat menuntut ilmu pengetahuan hanya bertujuan untuk materi. Parahnya lagi, hal ini juga banyak diikuti sebagian besar ummat Islam, sadar maupun tidak sadar. Sudah tidak asing lagi di telinga kita apabila saat ini ada orang tua atau guru yang berkata kepada anaknya:

Nak, belajar yang rajin ya. . . Kalo rajin dan pintar, nanti kalo udah lulus sekolah bisa kerja di perusahaan besar dengan gaji yang gede“.

Si anak yang tidak tahu apa-apa hanya mengiyakan saja dan menjadikan kata-kata orang tuanya tersebut menjadi “aqidah“nya hingga ia besar. Memprihatinkan memang. Islam tidak menafikan kebutuhan manusia terhadap harta. Harta, kesehatan dan kekuasaan dalam Islam “diarahkan” dalam rangka peribadatan kepada Allah SWT. Itulah satu-satunya jalan yang diridhai Allah.

Peradaban Barat sudah terlalu jauh meninggalkan ummat Islam dalam hal ilmu pengetahuan. Sangat sulit bagi ummat Islam untuk bangkit mengejar ketertinggalan ini, apalagi ditambah dengan kebiasaan-kebiasaan buruk yang menjamur di tubuh ummat Islam saat ini (malas, indisipliner, jumud, dan sifat-sifat buruk lainnya). Adalah sebuah harapan yang sangat jauh dari kenyataan apabila kebangkitan ummat Islam di bidang ilmu pengetahuan dikehendaki tanpa dilakukannya reorientasi tujuan dari para penuntut ilmunya.

Bukan materi tujuannya, tapi keridhaan Yang Maha Pemberi keinginannya. Bukan dunia cita-citanya, tapi keabadian lah orientasinya. Orientasi pada keabadian itulah yang akan menjadi sumber kekuatan dan semangat yang tak terbatas bagi ummat Islam untuk kembali bangkit dan berjaya. Insya Allah.

Wallahu ‘alam bishshawab.





Penjual bubur ayam dan shalat dhuha

3 12 2008

Di Bandung tepatnya di daerah Jl. Dalem Kaum, yang satu arah, di sebelah gedung Palaguna yang saat ini sudah tidak dipergunakan, ada seorang kakek-kakek tua gemuk yang berjualan bubur ayam.
Kalau kita lihat selintas, beliau berjualan bubur tersebut tidak ada sesuatu yang istimewa, seperti bubur yang lainnya.

Bubur ayam tersebut apabila di hari-hari biasa habis sekitar pukul 8 pagi untuk, untuk hari minggu ? jam 7 sudah ludes!!!!

Rasanya ?
sangat nikmat, selama hidup saya di Bandung, baru kali ini saya merasakan bubur ayam yang senikmat ini.

Saya perhatikan, beliau dalam melayani para pembelinya selalu dengan sepenuh hati, beliau memotong-motong ayam dan ati ampela nya se lembut mungkin, apabila ada tulang, beliau sisihkan, tidak dihidangkan, beliau taburkan ayam dan ati ampela tersebut sebanyak mungkin hingga mangkuknya terlihat sangat penuh. sehingga kita pun tidak merasa rugi sedikit pun dengan membeli bubur ayam seharga Rp.10.000 / mangkuk.

Di dahi nya terlihat menghitam, tanda seringnya beliau bersujud kepada ALLAH, mukanya bercahaya tanda sering terbasuh oleh air wudhu… mukanya terlihat damai… jauh dari pikiran buruk kepada orang lain.

Apabila ada gelandangan yang lewat dan meminta sedikit makanan, beliau langsung menyajikan dan memberikan satu buah mangkuk penuh berisi bubur ayam tanpa meminta bayaran :

beliau hanya berkata ” keun weh karunya, bapa mah mening ngaladangan nu nyuhunkeun kitu tibatan ngaladangan preman2 nu emam bubur tapi kalalabur teu malayar”

(ga apa-apa, bapak sih mendingan melayani orang yang meminta secara sopan kepada saya daripada melayani preman-preman yang berlagak sok mau membeli tapi akhirnya tidak membayar ).

Lalu saya memberanikan diri untuk membuka pembicaraan dengan beliau…

Saya : ” Assalamu’alaikum Pak Haji, kumana damang Pajeng pa haji ?
(Assalamu’alakum Pak Haji, Gimana kabarnya? laku ya pak dagangannya? )

Penjual Bubur : ” Alhamdulillah Den, cekap kangge tuang mah…
(Alhamdulillah nak, cukup untuk makan sehari-hari)

Saya : ” Parantos sabaraha lami icalan didieu pa haji teh ?
(Sudah berapa lama bapak berjualan di sini pak?)

Penjual Bubur : ” Ti Taun 78 Den, Alhamdulillah mayeng.. Alhamdulillah tos tiasa angkat ka haji 2 x, putra tos jararanten sadayana… Alhamdulillah Den…
(Dari tahun 1978 nak, Alhamdulillah lancar… Alhamdulillah sudah bisa berangkat haji 2 x, anak saya semuanya sudah jadi orang.. Alhamdulillah nak.)

Saya : ” Rahasiana naon eta teh Pa Haji ?”
(Apa rahasianya pak haji?)

Penjual Bubur : “ULAH HILAP SHALAT DHUHA UNGGAL ENJING-ENJING INSYA ALLAH DIMUDAHKEUN URUSAN KU GUSTI NU MAHA SUCI
(Jangan lupa laksanakan Shalat Dhuha setiap pagi, Insya Allah dimudahkan segala urusan oleh ALLAH SWT)

Di dunia mah hirup mung sakedap den, ayeuna mah urang siap-siap weh nyanghareupan sakaratul maut, ulah silap ku harta banda, moal dicandak ka liang lahat. kade ulah nuang rezeki nu haram. Insya Allah disayang ku Gusti.
(Hidup di dunia hanya sebentar nak, sekarang kita harus bersiap-siap menghadapi sakaratul maut, jangan tergiur oleh kemewahan dalam mengejar harta benda duniawi, percuma, hal tersebut tidak akan kita bawa ke liang lahat. Hindari memakan rezeki yang haram. Insya Allah akan disayang oleh Allah SWT.)

Saya : Pa haji, upami tabuh 7 tos se’ep mah naha teu nyandak langkung bubur teh ? naha mung nyandak 5 kg wae
(Pa Haji, bila setiap hari jam 7 pagi dagangan sudah habis, kenapa ga bawa buburnya dilebihin aja dari 5 kg? kenapa hanya di pas ambil 5 Kg)

Penjual Bubur : Mun dilangkungan, sok kacandak deui ka bumi, janten mubah. Panginten rezekina ti ALLAH mung 5 kg sadinten, eta teh kacandak Rp. 1jt sadinten, upami dinten minggon tiasa kacandak Rp. 2 jt sadinten..
(Bila dilebihin, suka jadi mubazir, akhirnya terbawa kembali ke rumah. Mungkin rezekinya dari ALLAH hanya 5 KG sehari, itu juga Bapak bisa bawa pulang 1 juta rupiah sehari, apabila hari minggu bisa bawa pulang 2 Jt..

Allah senantiasa memberikan Rahmat-Nya kepada setiap makhluk yang dikehendaki- Nya. Bahkan kepada bapak yang sehari-harinya hanya menjual bubur ayam…

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Sesungguhnya Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman” (QS. Ar-Ruum(30): 37)

Apakah kita termasuk umat yang diberi rahmat dan hidayah-Nya ?
Hanya Kita sendiri yang bisa menjawabnya. …

*Seperti yang telah dituturkan oleh saudara Wawan Nirwana, almunus T. Geodesi ITB ’85 di milis IA-GD, dengan sedikit perubahan